Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Kisah Yang Membawamu Pulang

Judul Novel         : Pulang  Penulis                : Tere Liye Penerbit              : Republika Cetakan I            : September 2015 Tebal buku         : 400+vi Harga                 : Rp. 71.500,- “ Sungguh, sejauh apa pun kehidupan menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang.” Aku menutup halaman terakhir novel yang beberapa waktu lalu memaksa diriku membawanya ke meja kasir sebuah toko buku. Setelah berdiri di depan rak tempatnya berjejer bersama buku-buku lain, membaca kalimat-kalimat testimoni pada cover belakang dari empat pembaca yang setahuku hasil sayembara, akhirnya aku harus merelakan lembar rupiah milikku berpindah tangan untuk bisa memilikinya. Aku hendak memastikan cerita yang tersembunyi dari enam huruf yang dipilih penulis sebagai judulnya. Setelah tuntas di halaman keempat ratus ini, akan kuceritakan bagaimana kata pulang mewakili perjalanan hidup seseorang.  **** Namanya Bujang, to

Kau (Sungguh) Jauh

Rinai tersenyum menerima sebungkus Cornetto dari tangan sahabat karibnya, Awan. Segala bentuk pemberian Awan adalah spesial baginya. Terlebih sebuah es krim coklat. Menurutnya,   sebuah kesengajaan bagi Awan memilih rasa coklat karena sudah sangat memahami hal-hal yang menjadi favoritnya. Senda gurau mereka berdua begitu padu dengan rasa manis es krim yang mereka nikmati. Seandainya Awan paham, bahwa momen seperti ini selalu menjadi pemicu kesadaran Rinai akan perasaan yang sedang ia sembunyikan. “sst, Dinda nelepon. Bisa ngamuk dia kalo tau aku lagi becanda sama cewek” Awan meminta   Rinai menahan tawanya. Kalimat itu adalah batas jelas persahabatan yang mereka jalin. Rinai paham, sedekat apapun Awan baginya. Awan tetaplah jauh dari kemungkinan memiliki perasaan yang sama. Sudah ada sebuah nama di dalam hatinya, dan itu bukan Rinai. **** (entah kenapa sepertinya kisah ini sesuai dengan lirik lagu Afgan-Jauh, tantangan nulis #FiksiLaguku dari Kampus Fiksi)

Hanya Dua Puluh Ribu, Ayah!

(Cerpen Lolos Seleksi Kampus Fiksi Angkatan 18) Pandanganku kosong menatap jendela kereta, seolah tengah asyik memandangi setiap detail lukisan alam di luar sana. Lima jam sudah kereta ini membawaku pergi dari kampung halaman. Baru sekitar satu jam lalu aku mampu menyaksikan dengan jelas apa yang ada di luar sana. Perjalanan panjang yang ku mulai sejak pukul 1 dini hari tadi menjadikan pemandangan di luar sama sekali tak tertangkap oleh mataku. Hanya sesekali lampu-lampu putih beberapa stasiun-saat kereta ini berhenti-yang memberiku penjelasan tengah berada di mana. Di sampingku ada sosok lelaki paruh baya-yang amat aku kenal namun baru kali ini aku kembali merasakan keberadaannya-tengah asyik berbincang dengan orang di sebelahnya. Perjalanan jauh berdua dengan ayah. Sejak awal aku sudah paham perjalanan ini tak akan ada bedanya dengan perjalanan sendirian. Sejak ibu menyiapkan perbekalan di rumah tadi, aku sudah membayangkan betapa kaku perjalanan ini. Ingin sekali, menganggap