Judul
Novel : Matahari
Penulis
: Tere Liye
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan
I : Juli 2016
Cetakan II :
Agustus 2016
ISBN : 978-602-03-3211-6
Tebal
buku : 400 halaman
Namanya Ali, 15 tahun, kelas X.
Jika saja orang tuanya mengizinkan, seharusnya dia sudah duduk di tingkat akhir
ilmu fisika program doctor di universitas ternama. Ali tidak menyukai
sekolahnya, guru-gurunya, teman-teman sekelasnya. Semua membosankan baginya.
Tapi sejak dia mengetahui ada yang
aneh pada diriku dan Seli, teman sekelasnya, hidupnya yang membosankan berubah
seru. Aku bisa menghilang, dan Seli bisa mengeluarkan petir.
Ali sendiri punya rahasia kecil.Dia
bisa berubah menjadi beruang raksasa. Kami bertiga kemudian bertualang ke
tempat-tempat menakjubkan.
Namanya Ali. Dia tahu sejak dulu
dunia ini tidak sesederhana yang dilihat orang. Dan di atas segalanya, dia
akhirnya tahu persahabatan adalah hal yang paling utama.
Well,
siapa yang merasa tidak asing lagi dengan paragraf-paragraf di atas? Pernah
baca sepintas di sebuah buku atau justru sudah memilikinya sebagai koleksi?
Yeah, paragraf tentang Ali itu adalah tulisan di cover belakang novel ketiga
dari serial fantasinya Tere liye yang sebentar lagi akan menjadi sebuah tetralogi.
Novel yang kumaksud adalah novel Matahari karya Tere Liye. Boleh kutebak, Siapa
pun kalian yang excited sekali dengan
kemunculan novel ini pada bulan juli lalu, pastilah sudah kenal baik dengan sosok
Ali dalam dua seri sebelumnya: Bumi dan Bulan. Sejatinya kalian adalah
orang-orang yang sudah tak sabar menantikan petualangan seru tiga sahabat karib
dari tiga klan yang berbeda: Raib, Seli, dan Ali. Tentu ada sekian pertanyaan
besar di kepala kalian setelah satu tahun silam kisah mereka hadir dalam novel
bulan, yang berakhir dengan kematian Ily pasca perjuangan menemukan bunga matahari
yang pertama kali mekar di klan matahari. Belum lagi pertanyaan tentang orang
tua Raib, tentang buku kehidupan dan buku kematian, tentang Tamus, tentang Si
tanpa mahkota, tentang penjara bayangan di bawah bayangan, tentang misi diplomasi
antarklan yang sering dibicarakan Av dan Miss Selena, dan sekian pertanyaan
lain yang pasti sudah bermunculan sejak kali pertama kalian membaca novel Bumi.
Semoga resensiku kali ini cukup bisa membuat kalian tertarik untuk membaca
novel matahari, entah dengan atau tanpa pengalaman membaca dua seri sebelumnya.
****
SINOPSIS
Rasa
ingin tahu seseorang adalah penting untuk memotivasinya agar terus belajar
banyak hal. Tanpa keinginan untuk banyak mengetahui, barangkali bayi kecil
hanya dapat menangis sepanjang waktu berapa tahun pun waktu berlalu. Setuju? Nah,
menurutku, itu yang selalu ditekankan tere liye dalam serial perjalanan Raib,
Seli, dan Ali. Rasa ingin tahu yang memacu manusia untuk terus maju. Tapi tentu
kalian paham sekali, rasa ingin tahu yang dimiliki seorang mahluk jenius
seperti Ali tidak sesederhana bayi kecil yang ingin tahu seperti apa rasa
mainannya. Jika hanya itu, solusinya selesai hanya dengan memasukkan mainannya
ke dalam mulut meski berujung teriakan mama yang khawatir bayinya menelan benda
asing. Tidak sesederhana itu.
Rasa
ingin tahu seorang Ali bahkan pernah membuatnya batal menjadi peserta olimpiade
fisika termuda sedunia karena iseng melakukan sebuah percobaan namun berujung
pada meledaknya laboratorium tempatnya bereksperimen. Nah, tidak akan menjadi
sesuatu yang baru bagimu jika dalam novel matahari, berbagai petualangan
menegangkan itu bermula dari rasa ingin tahu si biang kerok Ali. Ali ingin tahu
klan paling misterius dari empat klan yang ada: Klan Bintang. Dari sinilah
semua kisah dalam novel matahari dimulai.
Setelah
menyerahkan jenazah Ily pada keluarganya di klan bulan, sebelum kembali ke klan
bumi, Av memberikan sebuah tabung logam kecil kepada Ali. Belakangan Ali
mengetahui bahwa tabung itu serupa kumpulan hardisk
yang menyimpan soft file buku-buku di
perpustakaan Av. Tabung kecil itu benar-benar fantastis. Sekali kau tekan
tombolnya, maka di depanmu akan muncul layar proyeksi tiga dimensi yang bisa
kau geser-geser dengan mudah untuk memilih
buku yang hendak kau baca. Raib, Seli, dan Ali banyak menghabiskan waktu
berkumpulnya untuk bergantian membaca buku-buku dari tabung kecil itu. Namun
setelah seminggu, Ali memaksa membuka halaman-halaman yang tak lagi bisa
dipahami oleh Raib dan Seli. Ali tertarik mempelajari teknologi klan selain
bumi. Resmi sudah, Tabung itu hanya digunakan oleh Ali. Seharusnya itu tidak
menjadi masalah, toh Av memang memberikannya kepada Ali. Tapi rupanya, rasa
ingin tahu seorang Ali tetap tidak sederhana.
Ali
menemukan bacaan tentang klan bintang. Kemudian ia merengek-rengek pada Raib
untuk menggunakan buku PR matematikanya sebagai cara untuk bisa sampai ke klan
bintang, memenuhi rasa ingin tahunya. Berbagai argumen ia kemukakan untuk membujuk
Ra. Tapi bagi Raib, janji adalah janji. Raib sudah berjanji pada Miss Selena bahwa
mereka tidak akan menggunakan buku PR matematikanya untuk berkunjung ke klan
lain sebelum Miss Selena kembali. Ali menyerah, tapi bukan untuk mengubur
keinginannya menuju klan bintang. Ia menyerah untuk membujuk Ra, tapi Ia
berpikir untuk menemukan sendiri cara agar bisa sampai ke klan bintang tanpa
buku itu. Ali tetaplah si jenius yang punya banyak akal.
Sementara
Ali sibuk mencari cara untuk sampai ke klan bintang, Raib dan Seli sibuk
melatih kemampuannya. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tanpa saling
ganggu.
Waktu
terus berjalan untuk mengubah banyak hal. Apa yang mereka usahakan membuahkan
hasil. Kemampuan Raib terus meningkat. Raib bahkan menggunakan kemampuan teleportasinya
untuk berangkat ke sekolah. Juga kemampuannya membuat tameng tak kasat mata
sudah semakin besar, nyaris menutupi separuh kota. Begitu pula Seli. Dengan
kemampuannya mengeluarkan petir, Seli sudah serupa petugas PLN di rumahnya. Rumah
Seli tak pernah mati lampu. Bahkan kemampuan kinetiknya terus bertambah. Seli
bisa menggerakkan benda-benda besar dari jarak jauh. Menakjubkan sekali.
Sementara Ali?
Sebuah
kabar mengejutkan datang dari Ali yang mendadak populer dengan pamornya sebagai pemain basket andalan
sekolah. Raib mengernyitkan dahi tak percaya. Bagaimana mungkin biang kerok itu
tiba-tiba menjadi pemain basket. Raib curiga selama ini Ali bereksperimen untuk
menemukan alat agar bisa luwes mengoper bola menuju ring basket. Raib mengajak
Seli untuk menyelidiki kebenaran hipotesisnya tentang kecurangan apa yang
dilakukan Ali. Namun justru, di tengah penyelidikannya, saat kompetisi final
basket antar sekolah berlangsung, persis di Lapangan basket sekolah, Raib dan
Seli mendapati fakta baru. Bahwa kesibukan Ali selama ini bukan sekadar
membuatnya menjadi pemain basket handal. Lebih dari itu. Ali berhasil menemukan
cara untuk sampai menuju klan Bintang secara manual: melalui perjalanan fisik.
Baiklah,
barangkali sekarang giliran kalian yang mengernyitkan dahi membaca kalimat
terakhirku pada paragraf di atas. Perjalanan fisik? Sebenarnya di mana lokasi
klan bintang? Seberapa dekat untuk bisa ditempuh mereka tanpa bantuan buku PR
matematika Raib? Atau justru seberapa canggih teknologi temuan Ali untuk
melakukan perjalanan kali ini? Seberapa tangguh Raib, Seli, dan Ali menempuh
perjalanan yang tentu tidak mudah? Tidakkah perjalanan mereka berbahaya? Apakah
akan ada korban lagi setelah kematian Ily?
Simpan
pertanyaan kalian. Aku tidak akan menjawabnya. Karena tulisanku ini resensi,
bukan novel aslinya. Hahaha. Jika kalian ingin tahu, silahkan temukan cara
untuk bisa membaca ceritanya sendiri. #KetawaJahat :D
****
Sebelum
kuceritakan lebih banyak tentang novel matahari, aku hendak menceritakan
pandanganku, sebagai pembaca yang bermental ‘paranormal’ alias suka menebak-nebak
isi novel, sebelum akhirnya tenggelam dalam kalimat per kalimat novel ini.
Katakanlah, semacam mewakili hipotesis sebagian besar calon pembaca -yang sudah
mempelajari korelasi judul, sinopsis, dan setting
cerita berdasarkan pengalaman membaca dua novel sebelumnya.
Pernahkah
terlintas di kepala kalian, kenapa seri pertama diberi judul ‘Bumi’ sementara setting tempatnya justru di klan bulan?
Lalu seri keduanya di beri judul ‘Bulan’
padahal setting tempatnya di klan
matahari? Atau pernahkah kalian memperhatikan korelasi antara sinopsis di
setiap cover belakangnya dengan setting tempat ceritanya? Novel Bumi
dengan cover belakang yang
menceritakan Raib, ternyata bersetting
tempat di klan asal Raib: klan bulan. Lalu novel Bulan dengan cover belakang
bercerita tentang Seli, juga ternyata bersetting
tempat di klan asal Seli: klan matahari. Sungguh, dengan pola seperti itu,
tadinya diriku sempat berkesimpulan bahwa novel Matahari akan bersetting
tempat di klan bumi, karena di cover
belakangnya bercerita tentang Ali yang berasal dari klan bumi. Ternyata keliru.
Justru novel ini bersetting tempat di
klan Bintang. Lagi pula, setelah kupikir-pikir apa istimewanya klan bumi untuk
dijadikan medan petualangan mereka bertiga? Eits, tapi ingat, satu-satunya klan
yang belum digunakan oleh Tere Liye sebagai latar adalah klan bumi. Maka bukan
tidak mungkin dalam seri keempat settingnya
justru adalah klan bumi. Tapi jika boleh bersaran, usahlah menebak-nebak ceritanya,
lebih baik segera dapatkan bukunya lalu habiskan hingga kalimat terakhirnya.
Juga tentang pertanyaan kenapa judulnya begini dan begitu, biarkan menjadi hak
Tere Liye untuk menamai novelnya sesuka hati. Toh, dia penulis ceritanya… Sama
seperti kita yang memasrahkan jalan hidup kepada yang memberi kita hidup. LOL
:D #abaikan
Genre dan Alur cerita
Karena
novel ini berseri –alias berkelanjutan, maka genrenya tentu masih sama dengan
novel sebelumnya: Fantasi. Juga sama, Tere Liye masih terus menjaga kelogisan
cerita agar segala cerita fantasi yang dia tulis tetap dapat diterima oleh
logika pembaca. Terkhusus di novel matahari, batas kelogisan yang tak
diseberangi oleh Tere Liye salah satunya adalah tentang kematian.
“Tidak ada yang bisa
kulakukan lagi, Vey… Tidak ada kekuatan dari klan mana pun yang bisa
menghidupkan putra sulungmu. Aku sungguh minta maaf”
– hal 18
Melalui
pernyataan Av tersebut, Tere Liye bermaksud memberitahu bahwa tidak ada manusia
yang bisa menghindari apa yang sudah digariskan Tuhan. Ya, kita semua tahu
salah satu kepiawaian Tere Liye adalah mengajarkan pemahaman baik tentang
kehidupan melalui kisah-kisah yang dialami tokoh yang ia ciptakan dan diksinya
yang pas ‘ngena’ di hati pembaca. Bahkan dalam genre fantasi, ciri khas itu tak
luput dari seorang Tere liye.
Selain
itu, Tere liye juga selalu menyertakan penjelasan-penjelasan ilmiah untuk
setiap ke-tidak-masuk-akal-an tokoh maupun peristiwa yang ia ciptakan. Membaca
novel ini mungkin akan membuatmu mengernyitkan dahi ketika menemui tokoh
ataupun peristiwa yang tak masuk akal –jika dibandingkan dengan dunia nyata, tapi
setelahnya bersiap-siaplah untuk mengangguk
dan bilang ‘Ooooh..’ karena Tere liye berhasil menyertakan alasan ilmiahnya
atau ternyata kalian baru saja mendapat pengetahuan baru dari adanya tokoh atau
peristiwa tersebut. Bahkan, ketika nanti kalian merasakan sendiri sensasi
seperti itu, semoga kalian juga sepakat bahwa –sesekali, membaca novel ini
seperti sedang membaca buku geografi atau buku IPA yang dikemas dengan cara
yang asik. Tapi tetap harus piawai ya, membedakan mana yang fiksi mana yang ilmiah.
Jangan sampai tertukar :D
“…’bicara dengan alam‘
terdengar hebat sekali memang. Tapi aku lebih suka menyebutnya ‘sonar’. Seperti
kelelawar atau lumba-lumba. Mereka mengirimkan suara dengan frekuensi tinggi ke
seluruh penjuru, kemudian suara tersebut memantul kembali. Kelelawar bisa melihat
dalam gelap. Juga lumba-lumba, mereka bisa mengetahui palung-palung dalam lewat
sonarnya. “ –hal 78
Siapa
yang sudah membaca tentang kemampuan Raib ‘berbicara dengan alam’ dalam perjalanan
mereka di novel bulan? Nah, novel matahari akhirnya menjelaskan bagaimana cara
kerja kemampuan tak masuk akal itu. Bahkan si jenius Ali memanfaatkannya untuk
mengembangkan teknologi super hebat sebagai transportasi perjalanan mereka menuju
klan bintang. Ini salah satu yang kumaksud dengan wawasan ilmiah dalam novel
fantasi. Penasaran? Yuk, buruan baca novelnya :D
“Bayangkan diameter
perut bumi, nyaris tiga belas ribu kilometer, satelit yang hanya enam ratus kilometer di atas
kepala kita. tidak ada apa-apanya dibanding diameter bumi yang tiga belas ribu
kilometer, nyaris dua puluh kali lebih
tinggi….” –hal 70
Nah,
kalau dengan kutipan yang ini, siap-siaplah batal ikut-ikutan Seli membantah
teori Ali tentang keberadaan klan bintang. Karena sekali lagi, melalui tokohnya,
Tere liye berhasil meyakinkan pembaca bahwa novel fantasinya bukan sekadar
khayalan omong kosong. Pernah dengar statement
para haters bahwa novel Tere liye
cenderung picisan alias baperan tak berguna. Menurutku, statement itu hanya bersumber dari mereka yang belum membaca
keseluruhan novel-novel Tere liye. Mungkin di novel seperti ‘Sunset bersama Rosie’
atau ‘Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin’, kecenderungan untuk baper
lebih besar karena memang novel itu menonjolkan pemahaman tentang perasaan.
Tapi jika kalian pernah membaca novel ‘Bidadari-Bidadari Surga’ dengan adanya
tokoh Dalimunte, novel ‘Pulang’ dengan adanya Bujang, novel ‘Hujan’ dengan
adanya Soke Bahtera, atau bahkan serial novel ’Bumi’ ini dengan adanya Ali, atau
novel lain yang tak mungkin kusebutkan satu persatu (kayak di pidato sambutan
ya :D ), kalian akan tahu bahwa tulisan Tere liye juga diperkaya dengan pengetahuan
entah itu sains, politik, ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya. Pernah dengar
juga, bahwa tulisan dengan kekayaan pengetahuan akan menjadikan tulisan tersebut berkualitas dan digandrungi
pembaca? Mungkin itu sebabnya kenapa buku-buku Tere liye nyaris selalu best seller. Hmm, maybe..
Pastinya,
ada banyak wawasan ilmiah yang akan kalian peroleh setelah membaca novel ini.
Tentang struktur lapisan bumi, perilaku istimewa hewan-hewan di bumi, kekayaan
bebatuan di perut bumi, bahkan penjelasan tentang mahluk abadi yang langka di
bumi ini.
Mengenai
alur cerita, masih sama. Alur cerita di novel matahari terus bergerak maju.
Yang berbeda adalah asal mula petualangan dimulai. Jika di novel bumi
petualangan Raib, Seli, dan Ali berlangsung begitu saja tanpa persiapan, di
novel bulan keberangkatan mereka relatif terencana namun dengan sedikit
kebohongan demi mendapat izin dari orang tua Raib, Sementara di novel matahari
petualangan mereka dimulai dengan persiapan yang sangat matang dan tanpa ada
kebohongan. Bahkan tanpa didampingi Miss Selena seperti saat di klan bulan dan
matahari. Dan dengan perjalanan fisik yang mereka tempuh, tantangan perjalanan
mereka bahkan sudah dimulai sebelum sampai ke tempat tujuan. Wuih, boleh
kubilang perjalanan mereka menuju tempat tujuan di novel ini lebih menegangkan.
Oh ya, mungkin kalian heran bagaimana bisa mereka pergi ke klan bintang tanpa
berbohong kepada orang tua Raib? Tidakkah itu berarti orang tua Raib sudah …..?
(Ciee, makin penasaran? cuss, aja baca novelnya)
Sudut Pandang dan Porsi Tokoh Ali
Sudut
pandang yang dipakai di novel matahari adalah sudut pandang tokoh utama pelaku
utama dengan Raib masih sebagai tokoh Aku. Rangkaian peristiwa yang terjadi tak
luput dari apa yang diamati, dilakukan, atau dialami oleh Raib. Yang kontras
berbeda dari novel matahari dengan dua novel sebelumnya adalah porsi keberadaan
tokoh Ali dalam cerita. Jika di novel sebelumnya, kekuatan peran Raib dalam cerita
sangat didukung dengan perannya sebagai pemimpin setiap petualangan. Sementara
di novel matahari, kendali perjalanan mayoritas dipimpin oleh Ali. Sehingga tokoh
Raib di novel ini tidak sekuat di dua novel sebelumnya, kecuali di beberapa
peristiwa yang menguak salah satu misteri tentang siapa Raib sebenarnya.
Selebihnya, menurutku, tokoh Ali lebih menonjol di sini. Bahkan seolah-olah Ali
yang menjadi tokoh ‘aku’. Entah ini hanya perasaanku saja, atau memang demikian
rasanya. Membaca novel matahari membuatku merasa seolah-olah aku secerdas Ali
#LOL #Abaikan(Lagi) :D
Ide Cerita
Berbicara
ide, rasanya Tere liye memang selalu memiliki ide yang brilian untuk dijadikan
sebuah novel. Tak perlu diragukan soal itu. Aku menyukai ide Tere liye menamai
tokoh-tokoh yang ada di novel matahari ini seperti Faarazaraaf, Laarataraal, Kaareteraak,
Meeraxareem. Atau nama kota Zaramaraz, nama restoran Lezazel. Teknik penamaan
yang relevan dengan penggambaran bentuk fisik ruangan-ruangan yang ada di klan
bintang: simetris. Belum lagi penjelasan filosofis bahwa kesimetrisan itu
adalah simbol keteraturan klan bintang. Benar-benar selaras dengan kemajuan teknologi
klan bintang yang diciptakan ilmuwan-ilmuwan hebat klan tersebut. Bukankah keteraturan
memang identik dengan pola kehidupan mereka yang kita sebut ilmuwan? Menarik
bukan?
Pesan moral
Ini
yang tak pernah ketinggalan dalam novel-novel Tere Liye. Di novel matahari ini,
salah satu yang ditekankan oleh Tere liye adalah manfaat buku. Ali yang berasal
dari klan rendahan, klan bumi, tidak memiliki kekuatan se-fantastis Raib dan
Seli (kecuali jika sedang dalam kondisi marah besar) untuk melawan langsung
musuh-musuh tangguh yang mereka hadapi, justru pada akhirnya dapat menciptakan
sesuatu sehebat kekuatan Raib dan Seli hanya karena Ali membaca buku lebih
banyak daripada mereka berdua. Berkat membaca pula, Ali menemukan keberadaan
klan bintang dan memulai semua perjalanan. Dan jika mau sedikit merenungkan,
pemilihan buku kehidupan sebagai
portal menuju klan manapun menurutku adalah ide yang filosofis. Bukankah dengan
banyak membaca kita bisa menjelajah ke mana saja untuk mengetahui apa saja. Filosofis
sekali bukan? Ah, Perihal manfaat buku ini, kurasa kalian semua tidak perlu
diberitahu lagi, karena kalian pasti sudah merasakannya kan? sebagian besar
kalian pembaca resensi ini boleh jadi memang hobi membaca buku. Tanpa hobi itu,
rasanya musykil kalian masih bertahan membaca tulisanku sampai kalimat ini. :D
Sebenarnya
ada banyak sekali pesan moral novel ini selain tentang manfaat membaca buku.
Ada tentang persahabatan (yang memang sudah ditekankan sejak awal), tentang
manfaat berlatih, tentang janji, tentang ambisi yang menjerumuskan, dan masih
banyak lagi. Namun ada satu yang sepertinya perlu direnungkan usai merampungkan
novel ini.
“Aku teringat kalimat
Ali sebelumnya soal rasa makanan. Bagaimana rasanya sensasi memainkan gitar jika
kita cukup memikirkannya –suara bola-bola
seketika berubah menjadi suara gitar
saat aku memikirkan gitar. Aku menelan ludah, mengusap anak rambut di
dahi. Jika begini, semua orang bisa jadi pemusik hebat, juga membuat masakan
seenak apa pun di klan ini. Jika kehidupan menjadi sangat mudah dengan
pengetahuan, lantas di mana seninya?” –hal 256
Hei,
ketika sampai di kalimat ini. Aku tiba-tiba merenung. Bukankah kalimat itu
sedang relevan dengan kehidupan kita saat ini yang serba instan. sehingga
terkadang lupa, yang membuat spesial
keberhasilan atau prestasi yang kita miliki justru kesulitan yang kita peroleh
dalam proses meraihnya. Berbagai teknologi terus bermunculan untuk mempermudah
kehidupan manusia, namun sekaligus beriring dengan bertumbuhnya manusia-manusia
yang tak lagi peduli dengan proses. Hei, apakah hanya aku yang menerjemahkan
tulisan Tere liye sejauh itu? Apakah aku mulai Lebay? Sudahlah,
(lagi-lagi)Abaikan!
*****
Ada plus, Ada MINUS…
Sudah
puas bercerita sensasi menyenangkan membaca novel matahari, sekarang saatnya
bercerita sebaliknya. Ada semacam ketidaknyamanan ketika aku sedang dan setelah
rampung membaca novel ketiga ini. Ada banyak typo yang sepertinya luput dari pengamatan editornya.Tidak perlu
kukutip bagian mana yang typo. karena
ada cukup banyak. Tapi itu tidak terlalu merepotkan untuk mengoreksi kata apa
yang sebenarnya dimaksud dalam typo
tersebut. Aku membaca novel matahari cetakan kedua, semoga pada cetakan
selanjutnya sudah tidak ditemukan lagi typo.
Aamiin (Maaf ya mbak/mas editor, aku mengkritik kinerjamu hihi )
Selain
typo, aku menemui kejanggalan pada
halaman 101. Aku merasa pada halaman itu ada paragraf yang sebaiknya ditulis dengan
urutan terbalik.
““Raib, kamu adalah putri kami.”
Papa menahan suaranya yang semakin serak…..”
Kutipan
tersebut adalah sepotong kalimat yang ada di paragraf keempat. Entahlah
menurutku paragraf ini lebih pas jika bertukar posisi dengan paragraf kelima.
Karena terasa janggal sekali membaca respon sikap Raib setelah mendengar
penjelasan papanya. Semacam keterlambatan respon. Tapi, coba kalian pastikan
sendiri apakah aku saja yang keliru berpendapat demikian.
Nah,
sebelum ini aku juga sempat membaca review
dari mereka yang sudah membaca novel ini lebih dulu. Sebagian, ada yang bilang ide cerita novel ini mirip dengan
novel harry potter. Tapi bagiku, selain memang tidak pernah membaca novel Harry
potter, kesamaan ide mungkin saja terjadi mengingat ada banyak sekali novel
yang diciptakan di dunia ini. Selagi pengemasan idenya dalam bentuk tulisan
masih orisinil, maka hal tersebut sah-sah saja. Lagipula, aku tidak begitu
tertarik membandingkan novel ini dengan novel Harry potter. Aku justru lebih
tertarik untuk curhat, bahwa dari ketiga seri yang sudah terbit. Aku lebih menyukai
novel bulan. Bagiku, novel bulan lebih kaya dari dua novel lainnya. Baik dari
segi konflik maupun pesan moral. Tapi, ini sama sekali tidak bisa dijadikan
alasan untuk tidak membaca novel matahari. Bagaimana mungkin kalian mampu
menahan rasa penasaran kalian tentang kelanjutan cerita petualangan Raib, Seli,
dan Ali setelah novel sebelumnya masih menyisakan misteri sampai endingnya.
Maka novel ini wajib dibaca bagi kalian yang sudah kenal mereka dari novel
bumi.
Well,
sejauh ini cuma itu yang bisa aku share
ke kalian tentang novel mataharinya Tere liye. Memang, daripada berlelah-lelah
membaca review sebuah buku, lebih
baik baca bukunya langsung. Karena ada
etika yang perlu dijaga bagi penulis resensi: No spoiler! haha… Jadi, jangan terlalu berharap untuk tahu banyak
tentang sebuah buku dari sebuah resensi. Karena cara terbaik untuk tahu banyak
ya dengan membaca bukunya secara utuh.
Sebagai
novel ketiga yang bukan seri penutup, saat membaca novel ini akan ada beberapa
pertanyaan dari novel sebelumnya yang terjawab. Tapi nanti, jika sudah sampai ending, bersiaplah untuk dibuat greget
lagi karena pastinya akan muncul pertanyaan baru. Ingat, novel ini bukan the last journey-nya Raib, Seli, dan
Ali.
“…Petualangan di klan bintang
berakhir. Hanya soal waktu, kami akan kembali lagi. Perang dunia paralel di
depan mata” –hal 390.
Kalimat
penutup tersebut cukup menjadi alasan kita menunggu seri berikutnya bukan?
Sudah siap melanjutkan petualangan? Mari kita tunggu bersama kehadiran novel keempat:
Bintang. Oh iya! sekadar saran, untuk yang kemudian tertarik membaca novel
matahari namun belum membaca novel bumi dan bulan, sebaiknya membaca dua novel
itu dulu. Daripada nanti bingung karena tidak mengetahui apa saja yang terjadi
sebelum petualangan di klan bintang berlangsung. Oke?
***Happy
reading***
Komentar
Posting Komentar