Langsung ke konten utama

Matahari: Perjalanan Tanpa Misi


Judul Novel         : Matahari
Penulis                : Tere Liye
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan I            : Juli 2016
Cetakan II            : Agustus 2016
ISBN                    : 978-602-03-3211-6
Tebal buku          : 400 halaman

Namanya Ali, 15 tahun, kelas X. Jika saja orang tuanya mengizinkan, seharusnya dia sudah duduk di tingkat akhir ilmu fisika program doctor di universitas ternama. Ali tidak menyukai sekolahnya, guru-gurunya, teman-teman sekelasnya. Semua membosankan baginya.
Tapi sejak dia mengetahui ada yang aneh pada diriku dan Seli, teman sekelasnya, hidupnya yang membosankan berubah seru. Aku bisa menghilang, dan Seli bisa mengeluarkan petir.
Ali sendiri punya rahasia kecil.Dia bisa berubah menjadi beruang raksasa. Kami bertiga kemudian bertualang ke tempat-tempat menakjubkan.
Namanya Ali. Dia tahu sejak dulu dunia ini tidak sesederhana yang dilihat orang. Dan di atas segalanya, dia akhirnya tahu persahabatan adalah hal yang paling utama.

Well, siapa yang merasa tidak asing lagi dengan paragraf-paragraf di atas? Pernah baca sepintas di sebuah buku atau justru sudah memilikinya sebagai koleksi? Yeah, paragraf tentang Ali itu adalah tulisan di cover belakang novel ketiga dari serial fantasinya Tere liye yang sebentar lagi akan menjadi sebuah tetralogi. Novel yang kumaksud adalah novel Matahari karya Tere Liye. Boleh kutebak, Siapa pun kalian yang excited sekali dengan kemunculan novel ini pada bulan juli lalu, pastilah sudah kenal baik dengan sosok Ali dalam dua seri sebelumnya: Bumi dan Bulan. Sejatinya kalian adalah orang-orang yang sudah tak sabar menantikan petualangan seru tiga sahabat karib dari tiga klan yang berbeda: Raib, Seli, dan Ali. Tentu ada sekian pertanyaan besar di kepala kalian setelah satu tahun silam kisah mereka hadir dalam novel bulan, yang berakhir dengan kematian Ily pasca perjuangan menemukan bunga matahari yang pertama kali mekar di klan matahari. Belum lagi pertanyaan tentang orang tua Raib, tentang buku kehidupan dan buku kematian, tentang Tamus, tentang Si tanpa mahkota, tentang penjara bayangan di bawah bayangan, tentang misi diplomasi antarklan yang sering dibicarakan Av dan Miss Selena, dan sekian pertanyaan lain yang pasti sudah bermunculan sejak kali pertama kalian membaca novel Bumi. Semoga resensiku kali ini cukup bisa membuat kalian tertarik untuk membaca novel matahari, entah dengan atau tanpa pengalaman membaca dua seri sebelumnya.

****
SINOPSIS
Rasa ingin tahu seseorang adalah penting untuk memotivasinya agar terus belajar banyak hal. Tanpa keinginan untuk banyak mengetahui, barangkali bayi kecil hanya dapat menangis sepanjang waktu berapa tahun pun waktu berlalu. Setuju? Nah, menurutku, itu yang selalu ditekankan tere liye dalam serial perjalanan Raib, Seli, dan Ali. Rasa ingin tahu yang memacu manusia untuk terus maju. Tapi tentu kalian paham sekali, rasa ingin tahu yang dimiliki seorang mahluk jenius seperti Ali tidak sesederhana bayi kecil yang ingin tahu seperti apa rasa mainannya. Jika hanya itu, solusinya selesai hanya dengan memasukkan mainannya ke dalam mulut meski berujung teriakan mama yang khawatir bayinya menelan benda asing. Tidak sesederhana itu.

Rasa ingin tahu seorang Ali bahkan pernah membuatnya batal menjadi peserta olimpiade fisika termuda sedunia karena iseng melakukan sebuah percobaan namun berujung pada meledaknya laboratorium tempatnya bereksperimen. Nah, tidak akan menjadi sesuatu yang baru bagimu jika dalam novel matahari, berbagai petualangan menegangkan itu bermula dari rasa ingin tahu si biang kerok Ali. Ali ingin tahu klan paling misterius dari empat klan yang ada: Klan Bintang. Dari sinilah semua kisah dalam novel matahari dimulai.

Setelah menyerahkan jenazah Ily pada keluarganya di klan bulan, sebelum kembali ke klan bumi, Av memberikan sebuah tabung logam kecil kepada Ali. Belakangan Ali mengetahui bahwa tabung itu serupa kumpulan hardisk yang menyimpan soft file buku-buku di perpustakaan Av. Tabung kecil itu benar-benar fantastis. Sekali kau tekan tombolnya, maka di depanmu akan muncul layar proyeksi tiga dimensi yang bisa kau geser-geser dengan mudah untuk memilih  buku yang hendak kau baca. Raib, Seli, dan Ali banyak menghabiskan waktu berkumpulnya untuk bergantian membaca buku-buku dari tabung kecil itu. Namun setelah seminggu, Ali memaksa membuka halaman-halaman yang tak lagi bisa dipahami oleh Raib dan Seli. Ali tertarik mempelajari teknologi klan selain bumi. Resmi sudah, Tabung itu hanya digunakan oleh Ali. Seharusnya itu tidak menjadi masalah, toh Av memang memberikannya kepada Ali. Tapi rupanya, rasa ingin tahu seorang Ali tetap tidak sederhana.

Ali menemukan bacaan tentang klan bintang. Kemudian ia merengek-rengek pada Raib untuk menggunakan buku PR matematikanya sebagai cara untuk bisa sampai ke klan bintang, memenuhi rasa ingin tahunya. Berbagai argumen ia kemukakan untuk membujuk Ra. Tapi bagi Raib, janji adalah janji. Raib sudah berjanji pada Miss Selena bahwa mereka tidak akan menggunakan buku PR matematikanya untuk berkunjung ke klan lain sebelum Miss Selena kembali. Ali menyerah, tapi bukan untuk mengubur keinginannya menuju klan bintang. Ia menyerah untuk membujuk Ra, tapi Ia berpikir untuk menemukan sendiri cara agar bisa sampai ke klan bintang tanpa buku itu. Ali tetaplah si jenius yang punya banyak akal.

Sementara Ali sibuk mencari cara untuk sampai ke klan bintang, Raib dan Seli sibuk melatih kemampuannya. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tanpa saling ganggu.

Waktu terus berjalan untuk mengubah banyak hal. Apa yang mereka usahakan membuahkan hasil. Kemampuan Raib terus meningkat. Raib bahkan menggunakan kemampuan teleportasinya untuk berangkat ke sekolah. Juga kemampuannya membuat tameng tak kasat mata sudah semakin besar, nyaris menutupi separuh kota. Begitu pula Seli. Dengan kemampuannya mengeluarkan petir, Seli sudah serupa petugas PLN di rumahnya. Rumah Seli tak pernah mati lampu. Bahkan kemampuan kinetiknya terus bertambah. Seli bisa menggerakkan benda-benda besar dari jarak jauh. Menakjubkan sekali. Sementara Ali?

Sebuah kabar mengejutkan datang dari Ali yang mendadak populer  dengan pamornya sebagai pemain basket andalan sekolah. Raib mengernyitkan dahi tak percaya. Bagaimana mungkin biang kerok itu tiba-tiba menjadi pemain basket. Raib curiga selama ini Ali bereksperimen untuk menemukan alat agar bisa luwes mengoper bola menuju ring basket. Raib mengajak Seli untuk menyelidiki kebenaran hipotesisnya tentang kecurangan apa yang dilakukan Ali. Namun justru, di tengah penyelidikannya, saat kompetisi final basket antar sekolah berlangsung, persis di Lapangan basket sekolah, Raib dan Seli mendapati fakta baru. Bahwa kesibukan Ali selama ini bukan sekadar membuatnya menjadi pemain basket handal. Lebih dari itu. Ali berhasil menemukan cara untuk sampai menuju klan Bintang secara manual: melalui perjalanan fisik.

Baiklah, barangkali sekarang giliran kalian yang mengernyitkan dahi membaca kalimat terakhirku pada paragraf di atas. Perjalanan fisik? Sebenarnya di mana lokasi klan bintang? Seberapa dekat untuk bisa ditempuh mereka tanpa bantuan buku PR matematika Raib? Atau justru seberapa canggih teknologi temuan Ali untuk melakukan perjalanan kali ini? Seberapa tangguh Raib, Seli, dan Ali menempuh perjalanan yang tentu tidak mudah? Tidakkah perjalanan mereka berbahaya? Apakah akan ada korban lagi setelah kematian Ily?

Simpan pertanyaan kalian. Aku tidak akan menjawabnya. Karena tulisanku ini resensi, bukan novel aslinya. Hahaha. Jika kalian ingin tahu, silahkan temukan cara untuk bisa membaca ceritanya sendiri. #KetawaJahat :D

****

Matahari sebagai seri ketiga, Apa yang berbeda?


Sebelum kuceritakan lebih banyak tentang novel matahari, aku hendak menceritakan pandanganku, sebagai pembaca yang bermental ‘paranormal’ alias suka menebak-nebak isi novel, sebelum akhirnya tenggelam dalam kalimat per kalimat novel ini. Katakanlah, semacam mewakili hipotesis sebagian besar calon pembaca -yang sudah mempelajari korelasi judul, sinopsis, dan setting cerita berdasarkan pengalaman membaca dua novel sebelumnya.

Pernahkah terlintas di kepala kalian, kenapa seri pertama diberi judul ‘Bumi’ sementara setting tempatnya justru di klan bulan? Lalu seri keduanya di beri judul  ‘Bulan’ padahal setting tempatnya di klan matahari? Atau pernahkah kalian memperhatikan korelasi antara sinopsis di setiap cover belakangnya dengan setting tempat ceritanya? Novel Bumi dengan cover belakang yang menceritakan Raib, ternyata bersetting tempat di klan asal Raib: klan bulan. Lalu novel Bulan dengan cover belakang bercerita tentang Seli, juga ternyata bersetting tempat di klan asal Seli: klan matahari. Sungguh, dengan pola seperti itu, tadinya diriku sempat berkesimpulan bahwa novel Matahari akan  bersetting tempat di klan bumi, karena di cover belakangnya bercerita tentang Ali yang berasal dari klan bumi. Ternyata keliru. Justru novel ini bersetting tempat di klan Bintang. Lagi pula, setelah kupikir-pikir apa istimewanya klan bumi untuk dijadikan medan petualangan mereka bertiga? Eits, tapi ingat, satu-satunya klan yang belum digunakan oleh Tere Liye sebagai latar adalah klan bumi. Maka bukan tidak mungkin dalam seri keempat settingnya justru adalah klan bumi. Tapi jika boleh bersaran, usahlah menebak-nebak ceritanya, lebih baik segera dapatkan bukunya lalu habiskan hingga kalimat terakhirnya. Juga tentang pertanyaan kenapa judulnya begini dan begitu, biarkan menjadi hak Tere Liye untuk menamai novelnya sesuka hati. Toh, dia penulis ceritanya… Sama seperti kita yang memasrahkan jalan hidup kepada yang memberi kita hidup. LOL :D #abaikan

Genre dan Alur cerita
Karena novel ini berseri –alias berkelanjutan, maka genrenya tentu masih sama dengan novel sebelumnya: Fantasi. Juga sama, Tere Liye masih terus menjaga kelogisan cerita agar segala cerita fantasi yang dia tulis tetap dapat diterima oleh logika pembaca. Terkhusus di novel matahari, batas kelogisan yang tak diseberangi oleh Tere Liye salah satunya adalah tentang kematian.

“Tidak ada yang bisa kulakukan lagi, Vey… Tidak ada kekuatan dari klan mana pun yang bisa menghidupkan putra sulungmu. Aku sungguh minta maaf” – hal 18
Melalui pernyataan Av tersebut, Tere Liye bermaksud memberitahu bahwa tidak ada manusia yang bisa menghindari apa yang sudah digariskan Tuhan. Ya, kita semua tahu salah satu kepiawaian Tere Liye adalah mengajarkan pemahaman baik tentang kehidupan melalui kisah-kisah yang dialami tokoh yang ia ciptakan dan diksinya yang pas ‘ngena’ di hati pembaca. Bahkan dalam genre fantasi, ciri khas itu tak luput dari seorang Tere liye.

Selain itu, Tere liye juga selalu menyertakan penjelasan-penjelasan ilmiah untuk setiap ke-tidak-masuk-akal-an tokoh maupun peristiwa yang ia ciptakan. Membaca novel ini mungkin akan membuatmu mengernyitkan dahi ketika menemui tokoh ataupun peristiwa yang tak masuk akal –jika  dibandingkan dengan dunia nyata, tapi setelahnya  bersiap-siaplah untuk mengangguk dan bilang ‘Ooooh..’ karena Tere liye berhasil menyertakan alasan ilmiahnya atau ternyata kalian baru saja mendapat pengetahuan baru dari adanya tokoh atau peristiwa tersebut. Bahkan, ketika nanti kalian merasakan sendiri sensasi seperti itu, semoga kalian juga sepakat bahwa –sesekali, membaca novel ini seperti sedang membaca buku geografi atau buku IPA yang dikemas dengan cara yang asik. Tapi tetap harus piawai ya, membedakan mana yang fiksi mana yang ilmiah. Jangan sampai tertukar :D

“…’bicara dengan alam‘ terdengar hebat sekali memang. Tapi aku lebih suka menyebutnya ‘sonar’. Seperti kelelawar atau lumba-lumba. Mereka mengirimkan suara dengan frekuensi tinggi ke seluruh penjuru, kemudian suara tersebut memantul kembali. Kelelawar bisa melihat dalam gelap. Juga lumba-lumba, mereka bisa mengetahui palung-palung dalam lewat sonarnya. “ –hal 78
Siapa yang sudah membaca tentang kemampuan Raib ‘berbicara dengan alam’ dalam perjalanan mereka di novel bulan? Nah, novel matahari akhirnya menjelaskan bagaimana cara kerja kemampuan tak masuk akal itu. Bahkan si jenius Ali memanfaatkannya untuk mengembangkan teknologi super hebat sebagai transportasi perjalanan mereka menuju klan bintang. Ini salah satu yang kumaksud dengan wawasan ilmiah dalam novel fantasi. Penasaran? Yuk, buruan baca novelnya :D

“Bayangkan diameter perut bumi, nyaris tiga belas ribu kilometer, satelit  yang hanya enam ratus kilometer di atas kepala kita. tidak ada apa-apanya dibanding diameter bumi yang tiga belas ribu kilometer, nyaris dua puluh  kali lebih tinggi….” –hal 70
Nah, kalau dengan kutipan yang ini, siap-siaplah batal ikut-ikutan Seli membantah teori Ali tentang keberadaan klan bintang. Karena sekali lagi, melalui tokohnya, Tere liye berhasil meyakinkan pembaca bahwa novel fantasinya bukan sekadar khayalan omong kosong. Pernah dengar statement para haters bahwa novel Tere liye cenderung picisan alias baperan tak berguna. Menurutku, statement itu hanya bersumber dari mereka yang belum membaca keseluruhan novel-novel Tere liye. Mungkin di novel seperti ‘Sunset bersama Rosie’ atau ‘Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin’, kecenderungan untuk baper lebih besar karena memang novel itu menonjolkan pemahaman tentang perasaan. Tapi jika kalian pernah membaca novel ‘Bidadari-Bidadari Surga’ dengan adanya tokoh Dalimunte, novel ‘Pulang’ dengan adanya Bujang, novel ‘Hujan’ dengan adanya Soke Bahtera, atau bahkan serial novel ’Bumi’ ini dengan adanya Ali, atau novel lain yang tak mungkin kusebutkan satu persatu (kayak di pidato sambutan ya :D ), kalian akan tahu bahwa tulisan Tere liye juga diperkaya dengan pengetahuan entah itu sains, politik, ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya. Pernah dengar juga, bahwa tulisan dengan kekayaan pengetahuan akan  menjadikan tulisan tersebut berkualitas dan digandrungi pembaca? Mungkin itu sebabnya kenapa buku-buku Tere liye nyaris selalu best seller. Hmm, maybe..

Pastinya, ada banyak wawasan ilmiah yang akan kalian peroleh setelah membaca novel ini. Tentang struktur lapisan bumi, perilaku istimewa hewan-hewan di bumi, kekayaan bebatuan di perut bumi, bahkan penjelasan tentang mahluk abadi yang langka di bumi ini.  

Mengenai alur cerita, masih sama. Alur cerita di novel matahari terus bergerak maju. Yang berbeda adalah asal mula petualangan dimulai. Jika di novel bumi petualangan Raib, Seli, dan Ali berlangsung begitu saja tanpa persiapan, di novel bulan keberangkatan mereka relatif terencana namun dengan sedikit kebohongan demi mendapat izin dari orang tua Raib, Sementara di novel matahari petualangan mereka dimulai dengan persiapan yang sangat matang dan tanpa ada kebohongan. Bahkan tanpa didampingi Miss Selena seperti saat di klan bulan dan matahari. Dan dengan perjalanan fisik yang mereka tempuh, tantangan perjalanan mereka bahkan sudah dimulai sebelum sampai ke tempat tujuan. Wuih, boleh kubilang perjalanan mereka menuju tempat tujuan di novel ini lebih menegangkan. Oh ya, mungkin kalian heran bagaimana bisa mereka pergi ke klan bintang tanpa berbohong kepada orang tua Raib? Tidakkah itu berarti orang tua Raib sudah …..? (Ciee, makin penasarancuss, aja baca novelnya)

Sudut Pandang dan Porsi Tokoh Ali
Sudut pandang yang dipakai di novel matahari adalah sudut pandang tokoh utama pelaku utama dengan Raib masih sebagai tokoh Aku. Rangkaian peristiwa yang terjadi tak luput dari apa yang diamati, dilakukan, atau dialami oleh Raib. Yang kontras berbeda dari novel matahari dengan dua novel sebelumnya adalah porsi keberadaan tokoh Ali dalam cerita. Jika di novel sebelumnya, kekuatan peran Raib dalam cerita sangat didukung dengan perannya sebagai pemimpin setiap petualangan. Sementara di novel matahari, kendali perjalanan mayoritas dipimpin oleh Ali. Sehingga tokoh Raib di novel ini tidak sekuat di dua novel sebelumnya, kecuali di beberapa peristiwa yang menguak salah satu misteri tentang siapa Raib sebenarnya. Selebihnya, menurutku, tokoh Ali lebih menonjol di sini. Bahkan seolah-olah Ali yang menjadi tokoh ‘aku’. Entah ini hanya perasaanku saja, atau memang demikian rasanya. Membaca novel matahari membuatku merasa seolah-olah aku secerdas Ali #LOL #Abaikan(Lagi) :D

Ide Cerita
Berbicara ide, rasanya Tere liye memang selalu memiliki ide yang brilian untuk dijadikan sebuah novel. Tak perlu diragukan soal itu. Aku menyukai ide Tere liye menamai tokoh-tokoh yang ada di novel matahari ini seperti Faarazaraaf, Laarataraal, Kaareteraak, Meeraxareem. Atau nama kota Zaramaraz, nama restoran Lezazel. Teknik penamaan yang relevan dengan penggambaran bentuk fisik ruangan-ruangan yang ada di klan bintang: simetris. Belum lagi penjelasan filosofis bahwa kesimetrisan itu adalah simbol keteraturan klan bintang. Benar-benar selaras dengan kemajuan teknologi klan bintang yang diciptakan ilmuwan-ilmuwan hebat klan tersebut. Bukankah keteraturan memang identik dengan pola kehidupan mereka yang kita sebut ilmuwan? Menarik bukan?

Pesan moral
Ini yang tak pernah ketinggalan dalam novel-novel Tere Liye. Di novel matahari ini, salah satu yang ditekankan oleh Tere liye adalah manfaat buku. Ali yang berasal dari klan rendahan, klan bumi, tidak memiliki kekuatan se-fantastis Raib dan Seli (kecuali jika sedang dalam kondisi marah besar) untuk melawan langsung musuh-musuh tangguh yang mereka hadapi, justru pada akhirnya dapat menciptakan sesuatu sehebat kekuatan Raib dan Seli hanya karena Ali membaca buku lebih banyak daripada mereka berdua. Berkat membaca pula, Ali menemukan keberadaan klan bintang dan memulai semua perjalanan. Dan jika mau sedikit merenungkan, pemilihan buku kehidupan sebagai portal menuju klan manapun menurutku adalah ide yang filosofis. Bukankah dengan banyak membaca kita bisa menjelajah ke mana saja untuk mengetahui apa saja. Filosofis sekali bukan? Ah, Perihal manfaat buku ini, kurasa kalian semua tidak perlu diberitahu lagi, karena kalian pasti sudah merasakannya kan? sebagian besar kalian pembaca resensi ini boleh jadi memang hobi membaca buku. Tanpa hobi itu, rasanya musykil kalian masih bertahan membaca tulisanku sampai kalimat ini. :D

Sebenarnya ada banyak sekali pesan moral novel ini selain tentang manfaat membaca buku. Ada tentang persahabatan (yang memang sudah ditekankan sejak awal), tentang manfaat berlatih, tentang janji, tentang ambisi yang menjerumuskan, dan masih banyak lagi. Namun ada satu yang sepertinya perlu direnungkan usai merampungkan novel ini.

“Aku teringat kalimat Ali sebelumnya soal rasa makanan. Bagaimana rasanya sensasi memainkan gitar jika kita cukup memikirkannya –suara  bola-bola seketika berubah menjadi suara gitar  saat aku memikirkan gitar. Aku menelan ludah, mengusap anak rambut di dahi. Jika begini, semua orang bisa jadi pemusik hebat, juga membuat masakan seenak apa pun di klan ini. Jika kehidupan menjadi sangat mudah dengan pengetahuan, lantas di mana seninya?” –hal 256
Hei, ketika sampai di kalimat ini. Aku tiba-tiba merenung. Bukankah kalimat itu sedang relevan dengan kehidupan kita saat ini yang serba instan. sehingga terkadang lupa, yang membuat  spesial keberhasilan atau prestasi yang kita miliki justru kesulitan yang kita peroleh dalam proses meraihnya. Berbagai teknologi terus bermunculan untuk mempermudah kehidupan manusia, namun sekaligus beriring dengan bertumbuhnya manusia-manusia yang tak lagi peduli dengan proses. Hei, apakah hanya aku yang menerjemahkan tulisan Tere liye sejauh itu? Apakah aku mulai Lebay? Sudahlah, (lagi-lagi)Abaikan! 

*****

Ada plus, Ada MINUS…
Sudah puas bercerita sensasi menyenangkan membaca novel matahari, sekarang saatnya bercerita sebaliknya. Ada semacam ketidaknyamanan ketika aku sedang dan setelah rampung membaca novel ketiga ini. Ada banyak typo yang sepertinya luput dari pengamatan editornya.Tidak perlu kukutip bagian mana yang typo. karena ada cukup banyak. Tapi itu tidak terlalu merepotkan untuk mengoreksi kata apa yang sebenarnya dimaksud dalam typo tersebut. Aku membaca novel matahari cetakan kedua, semoga pada cetakan selanjutnya sudah tidak ditemukan lagi typo. Aamiin (Maaf ya mbak/mas editor, aku mengkritik kinerjamu hihi )

Selain typo, aku menemui kejanggalan pada halaman 101. Aku merasa pada halaman itu ada paragraf yang sebaiknya ditulis dengan urutan terbalik.

““Raib, kamu adalah putri kami.” Papa menahan suaranya yang semakin serak…..”
Kutipan tersebut adalah sepotong kalimat yang ada di paragraf keempat. Entahlah menurutku paragraf ini lebih pas jika bertukar posisi dengan paragraf kelima. Karena terasa janggal sekali membaca respon sikap Raib setelah mendengar penjelasan papanya. Semacam keterlambatan respon. Tapi, coba kalian pastikan sendiri apakah aku saja yang keliru berpendapat demikian.

Nah, sebelum ini aku juga sempat membaca review dari mereka yang sudah membaca novel ini lebih dulu. Sebagian, ada yang  bilang ide cerita novel ini mirip dengan novel harry potter. Tapi bagiku, selain memang tidak pernah membaca novel Harry potter, kesamaan ide mungkin saja terjadi mengingat ada banyak sekali novel yang diciptakan di dunia ini. Selagi pengemasan idenya dalam bentuk tulisan masih orisinil, maka hal tersebut sah-sah saja. Lagipula, aku tidak begitu tertarik membandingkan novel ini dengan novel Harry potter. Aku justru lebih tertarik untuk curhat, bahwa dari ketiga seri yang sudah terbit. Aku lebih menyukai novel bulan. Bagiku, novel bulan lebih kaya dari dua novel lainnya. Baik dari segi konflik maupun pesan moral. Tapi, ini sama sekali tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak membaca novel matahari. Bagaimana mungkin kalian mampu menahan rasa penasaran kalian tentang kelanjutan cerita petualangan Raib, Seli, dan Ali setelah novel sebelumnya masih menyisakan misteri sampai endingnya. Maka novel ini wajib dibaca bagi kalian yang sudah kenal mereka dari novel bumi.

Well, sejauh ini cuma itu yang bisa aku share ke kalian tentang novel mataharinya Tere liye. Memang, daripada berlelah-lelah membaca review sebuah buku, lebih baik baca bukunya langsung.  Karena ada etika yang perlu dijaga bagi penulis resensi: No spoiler! haha… Jadi, jangan terlalu berharap untuk tahu banyak tentang sebuah buku dari sebuah resensi. Karena cara terbaik untuk tahu banyak ya dengan membaca bukunya secara utuh.

Sebagai novel ketiga yang bukan seri penutup, saat membaca novel ini akan ada beberapa pertanyaan dari novel sebelumnya yang terjawab. Tapi nanti, jika sudah sampai ending, bersiaplah untuk dibuat greget lagi karena pastinya akan muncul pertanyaan baru. Ingat, novel ini bukan the last journey-nya Raib, Seli, dan Ali.

“…Petualangan di klan bintang berakhir. Hanya soal waktu, kami akan kembali lagi. Perang dunia paralel di depan mata” –hal 390.
Kalimat penutup tersebut cukup menjadi alasan kita menunggu seri berikutnya bukan? Sudah siap melanjutkan petualangan? Mari kita tunggu bersama kehadiran novel keempat: Bintang. Oh iya! sekadar saran, untuk yang kemudian tertarik membaca novel matahari namun belum membaca novel bumi dan bulan, sebaiknya membaca dua novel itu dulu. Daripada nanti bingung karena tidak mengetahui apa saja yang terjadi sebelum petualangan di klan bintang berlangsung. Oke?

***Happy reading***






Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Resensi Novel Pergi- Tere Liye] Tauke Besar, Kemana akan Pergi?

  Judul         : Pergi Penulis       :  Tere Liye Penerbit      : Republika Penerbit Cetakan I    :April, 2018 Tebal buku  : iv+455 halaman “Berangkat, Edwin. Kita harus tiba di Hong Kong malam ini. Aku ada urusan dengan Master Dragon yang belum selesai.” Bagi kalian yang pernah membaca novel Pulang karya Tere Liye terbitan tahun 2015 lalu, tentu tak asing dengan kalimat di atas. Sebaris kalimat penutup yang berhasil membuat pembaca mengkhatamkan novel tersebut dengan otomatis mengeluh “Yah, endingnya gantung!”. Sepertinya, melalui kalimat itu, sang penulis sengaja menciptakan tanda tanya besar di kepala pembaca, untuk kemudian dibuat penasaran, harap-harap cemas menantikan ada atau tidak sekuelnya di kemudian   hari, sekadar menjawab satu pertanyaan yang pasti muncul saat aktivitas membaca terpaksa berakhir:  “ apa kepentingan Bujang menemui Master Dragon di Hong kong? ”. Dan pada April 2018, pertanyaan itu akhirnya akan dijawab. Setelah sebelumnya sempat

Miss Keriting dan Masa Lalunya

Judul Buku: Selena dan Nebula Penulis: Tere Liye Co-author: Diena Yashinta Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit: Cetakan pertama 2020 S-E-L-E-N-A.  Selena lahir di distrik sabit enam, Sebuah perkampungan yang padat, kumuh, dan tertinggal di klan Bulan. Ia terlahir dari orang tua yang miskin. Malangnya lagi, pada usia empat belas tahun ayah Selena meninggal dunia. Lalu menyusul ibunya yang wafat pada tahun berikutnya. Selena resmi menjadi gadis yatim piatu pada usia lima belas tahun. Dari surat wasiat terakhir yang ditulis sang ibu, Selena mengetahui bahwa ia masih punya keluarga di kota Tishri yang berjarak dua ratus kilometer dari tempat tinggalnya. Namanya paman Raf, adik dari sang ibu, pemilik salah satu kantor pekerja konstruksi di kota Tishri. Keseharian keluarga Raf mengerjakan proyek-proyek pembangunan di kota Tishri dan keinginan Selena balas jasa karena hidup menumpang, mengharuskannya untuk turut terlibat dalam pekerjaan konstruksi m