Tulisan ini kubuat atas dasar pernyataan seorang karib yang tahu betul tentang banyak hal yang pernah kualami sejak SMA. Bahkan setelah persahabatan kami berwujud LDR, tetap saja aku mencarinya ketika ada sebuah cerita yang tak bisa kutelan sendiri.
Pada suatu malam, ketika sepasang mata sudah berpisah dari lensa kacamata minusnya, pertanda si empunya hendak nyaman terlelap, ponselku berdering. Aku hendak abai, tapi kenyataannya, aku terganggu. Kuraih ponsel, melihat nama penelepon: K****. Kalau itu orang lain, mungkin tombol reject akan menjadi pilihanku waktu itu. Dengan nada suara yang tak bisa menutupi rasa kantuk, aku menyahut sekenanya.
"Bangun duluuu.. aku mau nanya" teriaknya di seberang ponsel.
"Hmm, kau tahu rasanya mengantuk seperti apa?" protesku waktu itu.
"Aku tadi buka blogmu, dan baca bagian 'surat untuk Ra'. Kayaknya aku tahu itu siapa..."
Entahlah, respon di kepalaku setelah nama itu disebut bikin efek ngantuk langsung sirna. Aku bangun cuma untuk bertanya singkat: "apa?". Lalu ia menghujaniku dengan rentetan pertanyaan selanjutnya.
"Itu kan si ******? iya kan? iya tah, Tan, segitu rindunya? segitu cintanya?
haiss, kenapa pula langsung mengintimidasi perasaanku dengan pertanyaan-pertanyaan itu, batinku.
"Iya, untuk pertanyaan pertama. Tapi kamu lupa, temanmu ini bermimpi jadi penulis. Punya banyak pengalaman mengunyah kata-kata romantis. penyuka cerita dramatis. Nggak usah kaget kalo kamu tetiba terenyuh baca kalimat di surat itu. Ada saja bagian yang kudramatisir. Kenyataannya, aku seorang Tan yang terlalu logis untuk menggalau karena laki-laki. Ayolah, kenyataannya nggak gitu-gitu amat kok. Aku masih menjalani hidupku dengan normal, pun di surat itu tertulis bahwa aku menunggu seseorang yang sama dalam kurun waktu enam tahun. Hei, kau lupa aku ini introvert akut yang akan berpikir dalam-dalam untuk sekadar mengorbankan kehidupan dan masa depanku cuma untuk menunggu satu orang laki-laki. Aku juga punya mimpi, punya kehidupan. Menunggu nggak mesti dengan perilaku bodoh mengutuki keadaan dengan bersedih lantas melewati kesempatan-kesempatan baik. No! Aku masih Tan yang penuh perhitungan. Akan sangat tidak adil kalau aku menghabiskan enam tahunku cuma dengan menunggu. Kalaupun orang itu terjebak sebagai tokoh dalam tulisan-tulisanku, ya karena memang dia pernah semengesankan itu. Dan mesti kuakui, kesan itu masih berlaku sampai hari ini. Tapi tidak berarti aku akan menangis memohon-mohon kepada Tuhan untuk mengembalikannya ke hadapanku. Melakukan berbagai cara untuk merekayasa sebuah pertemuan. Tidak akan! aku tahu sesuatu yang memang ditakdirkan akan datang, tidak perlu dipaksa untuk datang. Ia akan menemukan jalannya sendiri. Aku ini suka mengabadikan sesuatu dalam tulisan. Tidak usah menjudge bahwa aku memimpikannya setengah mati. Aku paham betul, terlalu naif jika berharap seseorang bisa mempertahankan perasaannya utuh setelah enam tahun tidak pernah bertemu. Yalaahh, mana mungkin. Apalagi pada hati manusia berjenis laki-laki. Maka, sudahlah. Temanmu ini baik-baik saja dengan berbagai tulisan mellow yang pernah kamu baca itu. Justru ketika kutulis, artinya aku sudah melewati fase tersulitnya. Justru ketika sudah kuposting untuk dikonsumsi khalayak ramai, artinya aku sudah lebih dari sekadar siap melepaskannya. Dan semakin sering kubaca tulisan itu, semakin aku muak, akan semakin mudah membuat kerumitan rasanya menjadi biasa aja. Surat itu sudah lama kutulis sebelum hari ini. Jelas sudah puluhan kali kubaca, dan terus terang aku muak sendiri. Tapi itu memberikan efek lega untuk batinku sendiri. Ketahuilah, aku sangat yakin, apakah ia atau orang lain, Tuhan punya rencana terbaik. Hari sudah malam. Aku mengantuk. Mestinya kamu percaya, pada penjelasan panjang lebarku ini. kenyataannya aku masih bisa tertidur lelap setiap malamnya."
Ponsel itu kututup.
Ra, tidak perlu merasa terbebani kalau pun kamu tahu beberapa tulisan terasa ditujukan untukmu. Sebab semakin bisa menuliskannya, artinya harapanku sudah semakin terkikis. Aku punya Tuhan untuk mengatur siapa jodohku. Cerita kita sudah selesai. Cuma Tuhan yang punya kuasa bikin sekuelnya atau tidak. Yang jelas, cerita hidupku akan terus bersambung, dengan atau tanpamu. Btw, selamat menjalani kehidupan barumu yang nampak keren itu. Kamu tahu, paling tidak, kamu masih menginspirasi.
Pada suatu malam, ketika sepasang mata sudah berpisah dari lensa kacamata minusnya, pertanda si empunya hendak nyaman terlelap, ponselku berdering. Aku hendak abai, tapi kenyataannya, aku terganggu. Kuraih ponsel, melihat nama penelepon: K****. Kalau itu orang lain, mungkin tombol reject akan menjadi pilihanku waktu itu. Dengan nada suara yang tak bisa menutupi rasa kantuk, aku menyahut sekenanya.
"Bangun duluuu.. aku mau nanya" teriaknya di seberang ponsel.
"Hmm, kau tahu rasanya mengantuk seperti apa?" protesku waktu itu.
"Aku tadi buka blogmu, dan baca bagian 'surat untuk Ra'. Kayaknya aku tahu itu siapa..."
Entahlah, respon di kepalaku setelah nama itu disebut bikin efek ngantuk langsung sirna. Aku bangun cuma untuk bertanya singkat: "apa?". Lalu ia menghujaniku dengan rentetan pertanyaan selanjutnya.
"Itu kan si ******? iya kan? iya tah, Tan, segitu rindunya? segitu cintanya?
haiss, kenapa pula langsung mengintimidasi perasaanku dengan pertanyaan-pertanyaan itu, batinku.
"Iya, untuk pertanyaan pertama. Tapi kamu lupa, temanmu ini bermimpi jadi penulis. Punya banyak pengalaman mengunyah kata-kata romantis. penyuka cerita dramatis. Nggak usah kaget kalo kamu tetiba terenyuh baca kalimat di surat itu. Ada saja bagian yang kudramatisir. Kenyataannya, aku seorang Tan yang terlalu logis untuk menggalau karena laki-laki. Ayolah, kenyataannya nggak gitu-gitu amat kok. Aku masih menjalani hidupku dengan normal, pun di surat itu tertulis bahwa aku menunggu seseorang yang sama dalam kurun waktu enam tahun. Hei, kau lupa aku ini introvert akut yang akan berpikir dalam-dalam untuk sekadar mengorbankan kehidupan dan masa depanku cuma untuk menunggu satu orang laki-laki. Aku juga punya mimpi, punya kehidupan. Menunggu nggak mesti dengan perilaku bodoh mengutuki keadaan dengan bersedih lantas melewati kesempatan-kesempatan baik. No! Aku masih Tan yang penuh perhitungan. Akan sangat tidak adil kalau aku menghabiskan enam tahunku cuma dengan menunggu. Kalaupun orang itu terjebak sebagai tokoh dalam tulisan-tulisanku, ya karena memang dia pernah semengesankan itu. Dan mesti kuakui, kesan itu masih berlaku sampai hari ini. Tapi tidak berarti aku akan menangis memohon-mohon kepada Tuhan untuk mengembalikannya ke hadapanku. Melakukan berbagai cara untuk merekayasa sebuah pertemuan. Tidak akan! aku tahu sesuatu yang memang ditakdirkan akan datang, tidak perlu dipaksa untuk datang. Ia akan menemukan jalannya sendiri. Aku ini suka mengabadikan sesuatu dalam tulisan. Tidak usah menjudge bahwa aku memimpikannya setengah mati. Aku paham betul, terlalu naif jika berharap seseorang bisa mempertahankan perasaannya utuh setelah enam tahun tidak pernah bertemu. Yalaahh, mana mungkin. Apalagi pada hati manusia berjenis laki-laki. Maka, sudahlah. Temanmu ini baik-baik saja dengan berbagai tulisan mellow yang pernah kamu baca itu. Justru ketika kutulis, artinya aku sudah melewati fase tersulitnya. Justru ketika sudah kuposting untuk dikonsumsi khalayak ramai, artinya aku sudah lebih dari sekadar siap melepaskannya. Dan semakin sering kubaca tulisan itu, semakin aku muak, akan semakin mudah membuat kerumitan rasanya menjadi biasa aja. Surat itu sudah lama kutulis sebelum hari ini. Jelas sudah puluhan kali kubaca, dan terus terang aku muak sendiri. Tapi itu memberikan efek lega untuk batinku sendiri. Ketahuilah, aku sangat yakin, apakah ia atau orang lain, Tuhan punya rencana terbaik. Hari sudah malam. Aku mengantuk. Mestinya kamu percaya, pada penjelasan panjang lebarku ini. kenyataannya aku masih bisa tertidur lelap setiap malamnya."
Ponsel itu kututup.
***
Ra, tidak perlu merasa terbebani kalau pun kamu tahu beberapa tulisan terasa ditujukan untukmu. Sebab semakin bisa menuliskannya, artinya harapanku sudah semakin terkikis. Aku punya Tuhan untuk mengatur siapa jodohku. Cerita kita sudah selesai. Cuma Tuhan yang punya kuasa bikin sekuelnya atau tidak. Yang jelas, cerita hidupku akan terus bersambung, dengan atau tanpamu. Btw, selamat menjalani kehidupan barumu yang nampak keren itu. Kamu tahu, paling tidak, kamu masih menginspirasi.
Komentar
Posting Komentar