Aku tak pernah nyinyir atas ekspresi cinta di jejaring sosial. Selama
terbingkai dalam kata 'halal dan dibenarkan', maka tak ada yang berhak
sinis jika kemudian menemukan postingan romantis untuk orang terkasih.
Kecuali, jika bingkainya tidak jelas. Tidak perlu kujelaskan maksud tak
jelasnya, sesungguhnya hati tahu betul mana yang benar mana yang tidak.
Iya kan?
Kembali ke ekspresi cinta. Silakan, jika wujudnya harus dalam bentuk status, caption, atau apa pun yang sifatnya menunjukkan pada dunia bahwa yang bersangkutan punya orang tersayang. Mendadak serupa penyair, melahirkan diksi-diksi cantik akibat terlalu cinta. Apalagi kepada ibu. Menyoal ini, tentu saja aku setuju. Jujur saja, ataku lebih ringan mendapati postingan sayang untuk ibu, ketimbang yang (maaf) lebay sayang-sayangan dengan (yang kata sebagian orang, mungkin kelak) jodohnya orang.
Itu berlaku di hari-hari normal, tentu saja. Di antara ribuan tulisan di linimasa berisi ucapan selamat pagi siang sore malam untuk pacar kesayangan, caci maki untuk orang yang dibenci, adu domba, dan sebagainya, lalu tetiba muncul tulisan rindu untuk ibu? Hei, tentu saja setelah membacanya aku turut syahdu.
Tapi hari ini, di hari ibu, semua jenis tulisan pindah haluan ke satu tema: ibu. Posting foto pun begitu. Sosmed penuh kata cinta untuk ibu. Namun, Mendadak aku merasakan kekosongan makna di sana. Mungkin begitu prinsipnya, yang jumlahnya banyak menjadi tidak spesial lagi. Hei, aku tidak meragukan cinta kalian yang menulis dengan hashtag ibu. Apa hakku menjudge soal itu?
Tapi, aku bermaksud mengajakmu berbicara pada masing-masing hati yang ada dalam ragamu. Apa makna postinganmu hari ini? Untuk ibu? Benarkah? Ibumu baca?
Semoga ibumu memang semodern itu untuk membaca tulisan di akun sosmedmu. Jika demikian, semoga pula ekspresi cinta itu membuat ibumu semakin sayang dan peduli atas status-status spammu sebelumnya.
Sekali lagi, untuk siapa postingan sayang ibumu di sosmed hari ini? Sudahkah ibumu mendengar langsung ucapanmu hari ini? Atau justru kau sedang perang dingin dengannya karena ada keinginanmu yang belum ia turuti, lalu karena tuntutan kata 'kekinian' kau membuat kesan seolah semua baik-baik saja?
Kembali ke ekspresi cinta. Silakan, jika wujudnya harus dalam bentuk status, caption, atau apa pun yang sifatnya menunjukkan pada dunia bahwa yang bersangkutan punya orang tersayang. Mendadak serupa penyair, melahirkan diksi-diksi cantik akibat terlalu cinta. Apalagi kepada ibu. Menyoal ini, tentu saja aku setuju. Jujur saja, ataku lebih ringan mendapati postingan sayang untuk ibu, ketimbang yang (maaf) lebay sayang-sayangan dengan (yang kata sebagian orang, mungkin kelak) jodohnya orang.
Itu berlaku di hari-hari normal, tentu saja. Di antara ribuan tulisan di linimasa berisi ucapan selamat pagi siang sore malam untuk pacar kesayangan, caci maki untuk orang yang dibenci, adu domba, dan sebagainya, lalu tetiba muncul tulisan rindu untuk ibu? Hei, tentu saja setelah membacanya aku turut syahdu.
Tapi hari ini, di hari ibu, semua jenis tulisan pindah haluan ke satu tema: ibu. Posting foto pun begitu. Sosmed penuh kata cinta untuk ibu. Namun, Mendadak aku merasakan kekosongan makna di sana. Mungkin begitu prinsipnya, yang jumlahnya banyak menjadi tidak spesial lagi. Hei, aku tidak meragukan cinta kalian yang menulis dengan hashtag ibu. Apa hakku menjudge soal itu?
Tapi, aku bermaksud mengajakmu berbicara pada masing-masing hati yang ada dalam ragamu. Apa makna postinganmu hari ini? Untuk ibu? Benarkah? Ibumu baca?
Semoga ibumu memang semodern itu untuk membaca tulisan di akun sosmedmu. Jika demikian, semoga pula ekspresi cinta itu membuat ibumu semakin sayang dan peduli atas status-status spammu sebelumnya.
Sekali lagi, untuk siapa postingan sayang ibumu di sosmed hari ini? Sudahkah ibumu mendengar langsung ucapanmu hari ini? Atau justru kau sedang perang dingin dengannya karena ada keinginanmu yang belum ia turuti, lalu karena tuntutan kata 'kekinian' kau membuat kesan seolah semua baik-baik saja?
Komentar
Posting Komentar