Hanya soal salah arena, barangkali.
Ikan boleh mengaku perenang handal di laut lepas. Sekali saja bawa ikan ke daratan, tentu tak ada yang bisa ia lakukan selain menggelapar sekarat karena bahkan bernapas pun tak mampu.
Atau, kupu-kupu boleh saja berbangga terbang pamer keindahan ke sana kemari seolah ia yang tercantik di muka bumi. Minta saja kupu-kupu mengibaskan sekali sayapnya ke sungai, kemungkinan ia akan oleng karena sayapnya basah oleh air. Lalu terjatuh, hanyut terseret tak ubahnya daun gugur yang pasrah dibawa arus.
Boleh juga burung unta angkuh atas gelarnya sebagai pelari tercepat di kelasnya. Coba kenalkan dia dengan Elang, barangkali burung unta akan minder ketika berbicara soal langit. Bahkan terbang setinggi pohon saja belum tentu mampu.
Soal kesalahan arena, atau katakanlah ketersesatan ini, tidak sedikit mengundang tatapan remeh-temeh, menyepelekan, yang berujung pada pengabaian bahkan berdampak pada keterasingan. Karena tidak semua paham tentang keunikan Tuhan menciptakan keberagaman cara mahluknya survive di dunia. Maka, fokusnya bukan kepada dendam ketika diabaikan. Itu alarm. Mungkin kita tersesat. Salah menempatkan diri di arena kompetisi. Sudah sepatutnya lekas bercermin untuk tahu siapa kita, dan di mana seharusnya kita berada. Percaya saja, ada jenis arena yang memang dipersiapkan Tuhan untuk kita sebagai pemenangnya. Hanya saja, sebagai pemenang, kita perlu kompeten dalam menjawab sebuah pertanyaan sederhana: "Siapa kita?".
Ikan boleh mengaku perenang handal di laut lepas. Sekali saja bawa ikan ke daratan, tentu tak ada yang bisa ia lakukan selain menggelapar sekarat karena bahkan bernapas pun tak mampu.
Atau, kupu-kupu boleh saja berbangga terbang pamer keindahan ke sana kemari seolah ia yang tercantik di muka bumi. Minta saja kupu-kupu mengibaskan sekali sayapnya ke sungai, kemungkinan ia akan oleng karena sayapnya basah oleh air. Lalu terjatuh, hanyut terseret tak ubahnya daun gugur yang pasrah dibawa arus.
Boleh juga burung unta angkuh atas gelarnya sebagai pelari tercepat di kelasnya. Coba kenalkan dia dengan Elang, barangkali burung unta akan minder ketika berbicara soal langit. Bahkan terbang setinggi pohon saja belum tentu mampu.
Soal kesalahan arena, atau katakanlah ketersesatan ini, tidak sedikit mengundang tatapan remeh-temeh, menyepelekan, yang berujung pada pengabaian bahkan berdampak pada keterasingan. Karena tidak semua paham tentang keunikan Tuhan menciptakan keberagaman cara mahluknya survive di dunia. Maka, fokusnya bukan kepada dendam ketika diabaikan. Itu alarm. Mungkin kita tersesat. Salah menempatkan diri di arena kompetisi. Sudah sepatutnya lekas bercermin untuk tahu siapa kita, dan di mana seharusnya kita berada. Percaya saja, ada jenis arena yang memang dipersiapkan Tuhan untuk kita sebagai pemenangnya. Hanya saja, sebagai pemenang, kita perlu kompeten dalam menjawab sebuah pertanyaan sederhana: "Siapa kita?".
-Bandar Lampung, mendekati penghujung november-
Komentar
Posting Komentar