sumber gambar : http://berlinhappens.com/10-desain-ruang-rahasia-unik-yang…/ |
Sekat yang membatasi ruang antarkita, sesungguhnya tak mutlak sebuah dinding saja. Kalau kau sudi mengamatinya dengan seksama, niscaya akan kau temukan sebuah pintu. Disanalah harapan-harapan itu kuletakkan. Kau harus tahu, sebuah batas kubangun setinggi-tingginya tak berarti aku ingin ditinggalkan sepenuhnya. Aku hanya merasa kita butuh ruang untuk menjadi masing-masing. Mengurai kata kita sebagai aku saja, atau kamu saja. Agar setidaknya kita bisa berdialog dengan nurani masing-masing bertanya perihal Siapa yang salah? Siapa yang pantas marah? Siapa yang pantas kecewa?
Pintu itu, yang hanya bisa kau sadari keberadaannya saat pikiranmu jernih dari ego dan angkuh, kapan pun bisa kau ketuk untuk memastikan apakah kita bisa berdamai (lagi). Aku hanya perlu sebuah ketukan untuk membukanya kembali. Tidak perlu kau robohkan dindingnya dengan sekuat tenaga. Hanya ketukan yang bersambung kata 'hai'. Sudah, itu saja.
Aku tahu hari ini akan terjadi. Entah atas dasar lelah atau memang karena sudah sangat rindu. Aku senang akhirnya kau temukan pintu itu kemudian sudi mengetuknya. Meski ketika kubuka, aku seperti berjumpa orang asing. Canggung sekali. Sudah terlalu lama sehingga rasanya perlu saling berkenalan lagi. Kau tahu, berpura-pura menjadi asing kurasa lebih baik. Memulai semuanya dari awal. Ketimbang harus menguraikan lagi kerumitan konflik yang sudah lalu. Ibarat benang kusut. Aku tak cukup sabar jika harus mengurainya agar kembali rapih. Buang-buang waktu. Kita potong saja lalu buang, bagaimana? Sebab bukan perkara sederhana kembali ke masa silam hanya untuk memulai hari baru.
Komentar
Posting Komentar