Langsung ke konten utama

Mari Bertemu Satu Kali (Lagi)

Tantangan hari kelima: Siapa yang sedang ingin kamu temui dalam waktu dekat?


Gaess, ini momen ramadan, jawaban atas pertanyaan sejenis tema hari ini, bagi seorang perantau sepertiku, tidak lain adalah keluarga dan kampung halaman. Right? Iyalah, siapa pula yang tidak rindu tempat pulang ternyaman sejagad raya itu.

Biar kuceritakan, bagaimana kerinduan itu menjadi semakin tidak terkontrol tiap ramadan sudah mendekati akhir. Aku lahir di sebuah rumah yang di dalamnya dihuni sepuluh anggota keluarga: Ayah, ibu, aku, seorang kakak perempuan, empat kakak laki-laki, dan dua adik perempuan. Kalian bisa membayangkan, setelah sepanjang masa kecil dan remajaku dihabiskan di rumah seramai itu, tiba-tiba harus tinggal di kamar kos seorang diri dengan ukuran kamar tak lebih dari 16 meter persegi, bagaimana mungkin aku tak rindu? Kebiasaan bertengkar dan tertawa bersama keluarga yang kemudian fungsinya digantikan empat sisi tembok kosan dan setumpuk buku perkuliahan, kalian kira rindu menjadi sesuatu yang lucu? Bhahaha, maafkan aku yang mendadak mencari pembelaan untuk homesickku yang cengeng ini.

Juga, tahukah, ada yang paling dirindukan dari kampungku saat lebaran? Semua saudara kandung ayahku tinggal di kampung yang sama dengan keluarga kami. Masing-masing punya anak, menantu, dan cucu. Sebagian ada yang memutuskan merantau sepertiku, sebagian lain menetap di kampung. Tapi seperti pada umunya, tiap lebaran, semua kembali ke tanah kelahirannya. Dan karena mayoritas penduduk kampungku adalah keluarga sendiri, istilah silahturahim door to door dari keluarga kami selalu menjadi momen yang paling ditunggu. Nanti, saudaraku yang rumahnya di ujung kampung akan berkunjung ke rumah di depannya, lalu nanti penghuni rumah itu ikut serta berkunjung ke rumah yang depan lagi, dan begitu seterusnya. Posisi rumahku nyaris paling depan, sehingga yang join dari rumah paling ujung, sudah membentuk barisan panjang. Rumahku yang luas untuk dihuni sepuluh orang, tiba-tiba menjadi sempit sekali setelah mereka semua datang. Atau ketika kami berkunjung ke rumah tetangga yang bukan keluarga kami, mereka akan berkomentar "ini dia, keluarga besar datang". Atau jika rumah tetangga yang kami kunjungi tidak begitu luas, sebagian kami terpaksa menunggu di luar. Oh iya, jangan bayangkan kampungku seperti perumahan yang jarak antar rumahnya tak lebih dari satu meter ya! Rumah penduduk di kampungku tidak serapat itu. Sehingga kami punya cukup waktu untuk saling bercanda setiap perjalanan dari rumah yang satu ke rumah yang lain. Ini seru teman-teman. Dan andai usiaku masih kecil, momen lebaran di kampung akan lebih dirindukan lagi. Salam tempel, gaess. Yang tiap kali kita salaman dengan om atau tante, dengan sedikit pamer puasa sebulan penuh, akan ada rupiah yang diselipkan di telapak tangan kita. Sayang sekali, usia sudah bukan kanak-kanak lagi. Sudah seharusnya ambil bagian untuk memberi. Eh, tiba-tiba kuingat usia dan status. Gaess, di usiaku sekarang, lebaran akan akrab dengan pertanyaan 'kapan wisuda' atau 'kapan nikah'. Ah, bodo amat!

Nah, itu tadi jawaban paling lumrah tentang dengan siapa aku ingin berjumpa beserta alasannya. Kali ini, kupunya jawaban lain dan bisa dibilang ini tentang aku saja. Tahun ini aku ingin sekali ke suatu tempat, bukan untuk bertemu siapa-siapa, hanya ingin berkunjung ke sana saja. Gunung Dempo, Pagaralam, Sum-sel. Ya, aku ingin berjumpa dengan suasana pegunungan saat hari raya nanti. widiihh, jadi beberapa hari ini, aku sedang menghitung mundur hari menjelang keberangkatan ke sana bersama kakak, ipar, dan keponakanku. Yaaa, walaupun itu berarti aku tak berlebaran di kampungku sendiri. Tidak masalah. Aku hanya ingin susasana baru.

Ohya, selain itu, pasca lebaran nanti aku ingin segera kembali ke rantau, menjumpai skripsi dan dosen pembimbingku lagi, sembari harap-harap cemas bisa menciptakan pertemuan dengan seorang Ra (sekali lagi), sebelum ia benar-benar pergi dari negara ini. Ia pernah menjanjikan kesempatan bertemu denganku jika aku wisuda sebelum bulan juli. Sayang sekali, kesempatan itu sudah terlewati. Jadi sekarang, aku cuma berharap takdir sendiri yang menciptakan peluang lain untukku. Aku cuma ingin bertemu sekali dan mengucapkan salam perpisahan. Hendak memastikan, barangkali aku menjadi tujuannya setelah pulang nanti. wkwkwk... (jangan pedulikan paragaraf  akhir ini ya, gaess)

Tulisan sebelumnya : http://tulisanintan.blogspot.co.id/2017/06/apa-yang-memalukan-bagi-gadis-pemalu.html

#Day5
#WritingChalllenge
#7DaysKF





Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Resensi Novel Pergi- Tere Liye] Tauke Besar, Kemana akan Pergi?

  Judul         : Pergi Penulis       :  Tere Liye Penerbit      : Republika Penerbit Cetakan I    :April, 2018 Tebal buku  : iv+455 halaman “Berangkat, Edwin. Kita harus tiba di Hong Kong malam ini. Aku ada urusan dengan Master Dragon yang belum selesai.” Bagi kalian yang pernah membaca novel Pulang karya Tere Liye terbitan tahun 2015 lalu, tentu tak asing dengan kalimat di atas. Sebaris kalimat penutup yang berhasil membuat pembaca mengkhatamkan novel tersebut dengan otomatis mengeluh “Yah, endingnya gantung!”. Sepertinya, melalui kalimat itu, sang penulis sengaja menciptakan tanda tanya besar di kepala pembaca, untuk kemudian dibuat penasaran, harap-harap cemas menantikan ada atau tidak sekuelnya di kemudian   hari, sekadar menjawab satu pertanyaan yang pasti muncul saat aktivitas membaca terpaksa berakhir:  “ apa kepentingan Bujang menemui Master Dragon di Hong kong? ”. Dan pada April 2018, pertanyaan itu akhirnya akan dijawab. Setelah sebelumnya sempat

Miss Keriting dan Masa Lalunya

Judul Buku: Selena dan Nebula Penulis: Tere Liye Co-author: Diena Yashinta Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit: Cetakan pertama 2020 S-E-L-E-N-A.  Selena lahir di distrik sabit enam, Sebuah perkampungan yang padat, kumuh, dan tertinggal di klan Bulan. Ia terlahir dari orang tua yang miskin. Malangnya lagi, pada usia empat belas tahun ayah Selena meninggal dunia. Lalu menyusul ibunya yang wafat pada tahun berikutnya. Selena resmi menjadi gadis yatim piatu pada usia lima belas tahun. Dari surat wasiat terakhir yang ditulis sang ibu, Selena mengetahui bahwa ia masih punya keluarga di kota Tishri yang berjarak dua ratus kilometer dari tempat tinggalnya. Namanya paman Raf, adik dari sang ibu, pemilik salah satu kantor pekerja konstruksi di kota Tishri. Keseharian keluarga Raf mengerjakan proyek-proyek pembangunan di kota Tishri dan keinginan Selena balas jasa karena hidup menumpang, mengharuskannya untuk turut terlibat dalam pekerjaan konstruksi m

Matahari: Perjalanan Tanpa Misi

Judul Novel         : Matahari Penulis                : Tere Liye Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama Cetakan I            : Juli 2016 Cetakan II            : Agustus 2016 ISBN                    : 978-602-03-3211-6 Tebal buku          : 400 halaman Namanya Ali, 15 tahun, kelas X. Jika saja orang tuanya mengizinkan, seharusnya dia sudah duduk di tingkat akhir ilmu fisika program doctor di universitas ternama. Ali tidak menyukai sekolahnya, guru-gurunya, teman-teman sekelasnya. Semua membosankan baginya. Tapi sejak dia mengetahui ada yang aneh pada diriku dan Seli, teman sekelasnya, hidupnya yang membosankan berubah seru. Aku bisa menghilang, dan Seli bisa mengeluarkan petir. Ali sendiri punya rahasia kecil.Dia bisa berubah menjadi beruang raksasa. Kami bertiga kemudian bertualang ke tempat-tempat menakjubkan. Namanya Ali. Dia tahu sejak dulu dunia ini tidak sesederhana yang dilihat orang. Dan di atas segalanya, dia akhirnya tahu persahabatan adal