Langsung ke konten utama

Sebesar.... Aku Pernah Merasa Punya

Hari ketiga writing challenge #KampusFiksi dan #basabasistore...

Aku sengaja menulisnya sedikit mepet deadline. Tema hari ketiga cenderung baper. Butuh suasana hening nan syahdu untuk membuka luka-luka lama yang sudah berusaha dikubur oleh waktu dan rutinitas. Dan mendekati tengah malam adalah saat yang tepat, menurutku.

Seberapa besar kamu pernah kehilangan seseorang?

Pertanyaan ini jlebb banget. Sekali terbaca, sukses membuat sesak seonggok daging dalam raga yang sensitif dengan kata kehilangan. 

Kau pernah dengar kalimat ini: "Seseorang yang paling kau cintai, punya potensi paling besar untuk melukaimu dalam-dalam"
Belum ya? Jangan-jangan itu hanya sebaris kalimat yang lahir dari pengalamanku sendiri. Hahaha.

Gaess, cinta yang kumaksud dalam tulisan ini lebih universal sifatnya jika hanya kau taksir sebagai cinta seorang pacar. Aku jomblo kok. Maka aku tak punya kewajiban untuk merasa kehilangan seorang kekasih. wkwkwkwk

Tapi izinkan aku sedikit serius kali ini.. Sekali ini saja...

 Aku pernah mencintai sesosok mahluk bahkan ketika aku sendiri belum mengerti cinta itu apa. Ini semacam cinta pertama. Ketika itu, aku hanya tahu bahwa aku hanya perlu melakukan berbagai hal bersama  seseorang itu. Semuanya. Bahkan sekadar untuk ditemani, ditonton barangkali. Aku tidak perlu ia untuk membantu banyak hal atas apa-apa yang sedang kukerjakan. Meski nyaris setiap dibersamai olehnya, ia tahu harus berperan sebagai apa, ia tahu harus melakukan apa. Dan tanpa keberadaannya, aku nyaris enggan melakukan apapun. Yang aku tahu, ia adalah kepunyaanku. Maka tidak ada dunia lain yang berhak ia bersamai selain aku.

Waktu itu, aku duduk di kelas enam SD. Untuk kali pertama aku tahu bagaimana perasaan yang utuh itu dihancurkan.  Bagaimana cara menerima bahwa sesuatu yang sudah kita klaim sebagai milik kita seutuhnya, tiba-tiba kita tahu bahwa anggapan kita salah besar? Apa sih yang bisa dilakukan anak kelas enam SD mendapati hatinya patah? Bahkan menangis mungkin bukan hal yang pantas dilakukan seorang anak SD yang bahkan belum mengerti hakikat kepemilikan. 

Setelah hari aku tahu, bahwa cinta yang kuanggap utuh untukku, ternyata menjadi milik orang lain juga, yang ada dalam pikiranku hanya satu: mengganti kata cinta itu menjadi benci. Dan itu tidak mudah. Aku terlanjur berikrar bahwa aku adalah penyebab bahagianya, dan sedih miliknya adalah air mataku. Bukan main sulitnya memutar ikrar itu. Bukan main sulitnya memerintah diri untuk menjadi sebab luka seseorang yang mulanya ingin kita bahagiakan. Aku putar haluan. mengambil jarak sejauh yang aku bisa. Meski kenyataannya, takdir tidak memberiku akses untuk berjarak secara fisik maupun batin. Tidak ada yang bisa kulakukan selain membiarkan kedua porsi perasaan itu berarung saling mengungguli dalam batinku sendiri.Aku membiarkan waktu dan keadaan membuat salah satunya mendominasi: membenci atau menyayangi. Kata-kata, bahkan tak bisa menjelaskan bagaimana rasanya hati yang dihuni dua perasaan yang bertolak belakang. 

Semakin mendewasa, semakin mahir  mendukung rasa benci, aku semakin berjarak secara batin. Tidak tertarik berbicara padanya apalagi bercita-cita membahagiakan. Tiap kali berhadapan, aku menatapnya sepintas lalu, kemudian muak oleh benciku, dan aku memilih segera berlalu. Atau jika terjebak dalam dialog, aku menghindari melontarkan pertanyaan, sebab tak ingin menjadi faktor penyebab panjangnya percakapan. Aku menjelma menjadi mahluk paling menjengkelkan baginya. Dan tiap kali menangkap kekesalan dalam dirinya, aku merasa berhasil membencinya.Aku berhasil kehilangan rasa cinta yang dahulu kala sangatlah utuh,

Namun, dewasa juga membuatku berkenalan dengan kata maaf. Kebencian itu, mau tak mau, meski kukikis setiap kali menyadari betapa mulianya memaafkan.

Aku memutuskan menjadi dewasa hari ini. Tidak peduli, sesakit apa rasanya kehilangan. Tidak peduli seberapa sesaknya menanggung benci. Aku belajar berdamai dengan takdir. Memaafkan berbagai tragedi. 

Maka ketika kau tanya, seberapa besar aku pernah merasa kehilangan. Kujawab: sebesar aku pernah merasa memilikinya. 

Hhh, aku tahu, Kau kesal membaca tulisanku kali ini. Kau tak mendapat kejelasan tentang siapa dan kenapa aku harus merasa kehilangan. Sebab, aku memang tak punya cukup kata dan keberanian untuk bertutur panjang lebar menyebut sesuatu itu hilang, sementara secara fisik ia ada dalam kehidupanku. Yang jelas, ia adalah manusia.

ahya, sebelum kututup tulisanku, kumau bertanya: Siapa seharusnya cinta pertama yang menjadi keniscayaan bagi setiap perempuan bahkan ketika usianya belum sampai standar mengerti kata cinta?
Renungkan saja jawabannya dalam diam....

#WritingChallenge
#7DaysKF
#Day3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Resensi Novel Pergi- Tere Liye] Tauke Besar, Kemana akan Pergi?

  Judul         : Pergi Penulis       :  Tere Liye Penerbit      : Republika Penerbit Cetakan I    :April, 2018 Tebal buku  : iv+455 halaman “Berangkat, Edwin. Kita harus tiba di Hong Kong malam ini. Aku ada urusan dengan Master Dragon yang belum selesai.” Bagi kalian yang pernah membaca novel Pulang karya Tere Liye terbitan tahun 2015 lalu, tentu tak asing dengan kalimat di atas. Sebaris kalimat penutup yang berhasil membuat pembaca mengkhatamkan novel tersebut dengan otomatis mengeluh “Yah, endingnya gantung!”. Sepertinya, melalui kalimat itu, sang penulis sengaja menciptakan tanda tanya besar di kepala pembaca, untuk kemudian dibuat penasaran, harap-harap cemas menantikan ada atau tidak sekuelnya di kemudian   hari, sekadar menjawab satu pertanyaan yang pasti muncul saat aktivitas membaca terpaksa berakhir:  “ apa kepentingan Bujang menemui Master Dragon di Hong kong? ”. Dan pada April 2018, pertanyaan itu akhirnya akan dijawab. Setelah sebelumnya sempat

Miss Keriting dan Masa Lalunya

Judul Buku: Selena dan Nebula Penulis: Tere Liye Co-author: Diena Yashinta Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit: Cetakan pertama 2020 S-E-L-E-N-A.  Selena lahir di distrik sabit enam, Sebuah perkampungan yang padat, kumuh, dan tertinggal di klan Bulan. Ia terlahir dari orang tua yang miskin. Malangnya lagi, pada usia empat belas tahun ayah Selena meninggal dunia. Lalu menyusul ibunya yang wafat pada tahun berikutnya. Selena resmi menjadi gadis yatim piatu pada usia lima belas tahun. Dari surat wasiat terakhir yang ditulis sang ibu, Selena mengetahui bahwa ia masih punya keluarga di kota Tishri yang berjarak dua ratus kilometer dari tempat tinggalnya. Namanya paman Raf, adik dari sang ibu, pemilik salah satu kantor pekerja konstruksi di kota Tishri. Keseharian keluarga Raf mengerjakan proyek-proyek pembangunan di kota Tishri dan keinginan Selena balas jasa karena hidup menumpang, mengharuskannya untuk turut terlibat dalam pekerjaan konstruksi m

Matahari: Perjalanan Tanpa Misi

Judul Novel         : Matahari Penulis                : Tere Liye Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama Cetakan I            : Juli 2016 Cetakan II            : Agustus 2016 ISBN                    : 978-602-03-3211-6 Tebal buku          : 400 halaman Namanya Ali, 15 tahun, kelas X. Jika saja orang tuanya mengizinkan, seharusnya dia sudah duduk di tingkat akhir ilmu fisika program doctor di universitas ternama. Ali tidak menyukai sekolahnya, guru-gurunya, teman-teman sekelasnya. Semua membosankan baginya. Tapi sejak dia mengetahui ada yang aneh pada diriku dan Seli, teman sekelasnya, hidupnya yang membosankan berubah seru. Aku bisa menghilang, dan Seli bisa mengeluarkan petir. Ali sendiri punya rahasia kecil.Dia bisa berubah menjadi beruang raksasa. Kami bertiga kemudian bertualang ke tempat-tempat menakjubkan. Namanya Ali. Dia tahu sejak dulu dunia ini tidak sesederhana yang dilihat orang. Dan di atas segalanya, dia akhirnya tahu persahabatan adal